
JOGJA — Yayasan Perguruan Tinggi Islam Cokroaminoto Yogyakarta (YPTICY) menggelar jumpa pers di Auditorium UCY, Jl Perintis Kemerdekaan, Gambiran, Yogya, Senin (6/7/2020) siang. Jumpa pers digelar terkait klaim dari Yayasan Perguruan Tinggi Islam (Yaperti) Cokroaminoto sebagai pengelola Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY) yang sah menurut keputusan Kasasi MA RI No:2121K/Pdt/2004,
Ketua YPTICY Ir Mohamad Ismet menerangkan, Yaperti adalah bagian dari sejarah dan sudah berakhir. Hal ini menurutnya telah tertuang dalam Akta Perdamaian Nomor 9 Tahun 2005 tertanggal 27 Agustus 2005, yang dibuat di hadapan notaris Daliso Rudianto SH.
“Materi dalam akta perdamaian tersebut menyebutkan jika kedua belah pihak sepakat mengakhiri proses hukum saling menggugat. Baik di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun saat berproses di kasasi di MA,” ujarnya.
Mohamad Ismet juga menegaskan YPTICY telah mendapat pengesahan dari Kemenkumham No: AHU-AH.01.06-0017238 tertanggal 23 Desember 2019 yang menyatakan jika YPTICY tidak mempunyai masalah hukum dengan pihak manapun, termasuk Yaperti.
“Kami juga telah mendapat Surat Keputusan dari Kemenristek Dikti RI No:593/KPT/1/2017 tanggal 23 Maret 2017 tentang perubahan badan penyelenggara UCY dari Yaperti menjadi YPTICY,” imbuhnya.
Rektor UCY Ciptasari Prabawanti sendiri mengaku sangat prihatin dengan munculnya polemik kepengurusan UCY saat ini lantaran adanya gangguan dari pihak luar. Bagaimana tidak, hal ini membuat road map yang telah disusunnya hingga 25 tahun ke depan menjadi terganggu.
“Ini untuk keberlangsungan UCY dalam pencapaian misi untuk mencerdaskan kehidupan Bangsa dan mengemban tanggung jawab keagamaan yang rahmatan lilalamin. Namun ditengah jalan, ada pihak yang mengatasnamakan Yaperti Cokroaminoto yang mengklaim sebagai pengelola sah UCY. Hal itu jelas bertentangan dengan prinsip pendidikan tinggi sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No.12 Tahun 2012 tentang pengembangan akademik dan penyelenggaraan pendidikan tinggi,” jelas Ciptasari.
Sementara itu, Wakil Rektor III UCY Farid Iskandar SH menambahkan, putusan Kasasi MA yang dikantongi Yaperti tidak serta-merta bisa dijalankan. Karena tidak bersifat eksekutorial dan ada akta perdamaian Nomor 9 Tahun 2005.
“Titik persoalan ada pada konflik persepsi, bukan konflik hukum. YPTICY pun bukan ‘anak baru’, karena dilahirkan dari rahimnya, yaitu Yaperti. Jika pihak Yaperti bersikukuh mengklaim dirinya yang sah, silahkan menempuh mekanisme hukum yang bermartabat,” ujar Farid yang juga Ketua Alumni UCY.
Sedangkan Kuasa Hukum YPTICY Hillarius NG Merro mengutarakan, bahwa terkait UU RI Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2001. Pada 2007 YPTICY melakukan penyesuaian anggaran dasar dan permohonan dokumen kepada Kemenkumham.
“Pada 6 April 2010 YPTICY mendapat pengesahan dari Kemenkumham No:AHU-AH.01.08-175. Kami menegaskan tidak akan mengambil langkah Peninjauan Kembali (PK) terkait putusan Kasasi MA No.2121K/Pdt/2004 yang menjadi pegangana Yaperti. Karena bagi kami Akta Perdamaian Nomor 9 Tahun 2005 sudah final,” pungkas Hillarius