
JOGJA — Dema Fak Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY), menggelar acara Dialog Publik “Analisis Ketahanan Maritim dan Gejolak Geo Politik Dunia” bertempat di kampus setempat, Jalan Mentri Supeno Gambiran Umbulharjo Yogyakarta, Jumat (17/01/2020) sore.
Diikuti puluhan peserta, dialog ini membahas berbagai persoalan terkait dunia kemaritiman Indonesia, dengan menghadirkan narasumber diantaranya Pakar Ideologi Dunia dan Penulis Buku, Nur Sayyid Santoso Kristeya MA, Dewan Pengarah Menoreh Research Syaifudin S Hum, Akademisi dan Dosen Universitas Cokroaminoto Yogyakarta Dr Agus Pandoman SH MKn.
Dalam doalog itu Ahli hukum ikan yang juga akademisi Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY) Dr Agus Pandoman SH MKn, mengakui lemahnya pemahaman masyarakat Indonesia terkait persoalan kelautan. Hal itu disebabkan karena Indonesia tidak banyak memiliki ahli hukum ikan maupun ahli hukum air.
“Selama ini kita lemah soal wawasan tentang kelautan. Karena tidak ada ahli hukum ikan dan ahli hukum air. Yang ada hanya ahli hukum kelautan dan ahli hukum internasional,” ujarnya.
Padahal menurut Agus para ahli hukum ikan dan ahli hukum air sangat diperlukan untuk mengetahui seluk beluk persoalan terkait penangkapan ikan, ilegal fishing, hingga sangsi dan sistem peradilan terhadap persoalan tersebut. Terlebih Indonesia merupakan salah satu negara dengan wilayah kelautan yang paling luas di dunia.
“Ini merupakan sumber daya agraria hayati. Haris kita dorong. Hukum ikan dan hukum air beda dengan hukum laut atau hukumperairan. Sehingga para mahasiswa harus kita dorong agar memiliki wawasan terkait hal semacam ini,” ungkapnya.

Melihat persoalan di Natuna, Agus sendiri menilai konflik yang terus berulang ini sebenarnya terjadi karena tidak adanya konsistensi penegakan hukum di Indonesia. Penegakan hukum terhadap pelanggaran semacam itu justru biasa dilakukan secara mendadak jika ada konflik yang muncul. Tidak seperti negara lain seperti Cina yang menerapkan jalur tradisi.
Tak hanya itu, menurut Agus penegakan hukum air dan hukum ikan di Indonesia juga tidak jelas. Dimana ada sejumlah pihak yang diberi kewenangan seperti Polisi Air, Bakamla hingga TNI Al. Sehingga siapa yang berhak menindak pencurian ikan maupun lalu-lintas ikan tidak jelas. Hal ini berbeda dengan negara lain semisal Cina yang memiliki Sea Guard.
“Karena itu konsep penegakan hukum harus jelas. Harus pasti. Jaman susi jelas, kementrian berani langsung tangkap kapal yang mencuri ikan dengan penenggelaman. Padahal aturan internasional atau hukum laut nya harus dikembalikan ke negara asal,” katanya