
JOGJA — Sebagai bentuk kepedulian pada sesama, Jajaran Polda DIY, kembali menggelar acara pembagian sembako gratis bagi warga terdampak virus Corona atau Covid-19 Jumat (01/05/2020). Kali ini sasaran penerima bantuan adalah para petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) DIY.
Sebanyak kurang lebih 2,5 ton beras dibagikan pada 500 petani tebu di seluruh DIY baik itu kabupaten Bantul, Sleman, Kulonprogo maupun Gunungkidul. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan para petani tebu khususnya buruh/tenaga penebang maupun petani penggarap yang tidak bisa bekerja selama pandemi Virus Corona.
“Walaupun tidak seberapa mudah-mudahan bantuan ini bisa sedikit membantu dan meringankan beban saudara-saudara kita para petani tebu. Ini bentuk empati kita atas kesulitan warga masyarakat yang terdampak Virus Corona. Mudah-mudahan bermanfaat,” ujar Kompol Dwi Prasetyo SE selalu Kasubdit II Ditintelkam Polda DIY disela acara.

Mewakili para petani tebu, Ketua APTRI DIY, Roby Hernawan mengaku sangat berterima kasih pada jajaran Polda DIY atas bantuan yang diberikan. Ia menilai bentuan sembako ini akan sangat bermanfaat dalam membantu mencukupi kebutuhan para petani tebu sehari-hari, khususnya selama pandemi Virus Corona.
Roby sendiri mengungkapkan sedikitnya sebanyak 1200 petani tebu di DaiY, baik itu pemilik lahan, petani penggarap, maupun buruh penebang tebu tercatat tak lagi bisa bekerja dan mendapat penghasilan sejak beberapa waktu terakhir. Mundurnya proses penggilingan tebu hingga waktu yang belum dipastikan, sebagai dampak tak langsung pandemi Virus Corona menjadi penyebabnya.
“Hampir semua petani tebu di DIY, saat ini tak bisa bergerak karena proses penggilingan tebu mundur. Dan kita tidak tahu mundurnya itu sampai kapan. Karena kapan Corona ini berakhir kita juga tidak tahu,” ujar Roby di sela acara.

Menurutnya, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian sebenarnya tidak melarang pabrik gula untuk melakukan proses penggilingan selama pandemi Virus Corona. Namun prakteknya di lapangan, hal itu sulit dilakukan mengingat berbagai pembatasan wilayah mengakibatkan para buruh penebang tak bisa memanen.
“Semestinya 30 April ini sudah mulai proses giling. Sebab musim giling tebu biasanya berlangsung dari April hingga Oktober. Namun karena mayoritas tenaga penebang itu drop, maka harus diundur,” ujarnya.
Di DIY sendiri, 80 persen tenaga penebang tebu berasal dari luar daerah. Sejak pandemi Virus Corona belakangan, mereka diketahui sulit masuk dan tinggal di desa lokasi lahan tebu yang hendak dipanen akibat ditolak oleh warga setempat. Dampaknya tebu tak bisa dipanen dan dipasok ke pabrik gula.

“Karena bukan warga desa setempat, maka mereka akan ditolak dan dilarang masuk ke desa lokasi lahan tebu, meskipun untuk panen. Karena memang para penebang tebu ini biasanya tinggal dan menetap selama beberapa hari hingga panen usai,” jelasnya