
Jogja — Jajaran kepolisian Polda DIY terus konsisten melakukan pendampingan bagi setiap mantan narapidana terorisme yang ada di wilayah Yogyakarta.
Tidak hanya dalam bentuk komunikasi serta monitoring, pendampingan juga dilakukan dalam bidang ekonomi. Salah satunya dengan memberikan bantuan sembako bagi eks tororis yang baru saja bebas dari masa tahanan.
Hal semacam ini sangat penting untuk memastikan setiap mantan narapidana terorisme dapat kembali memulai kehidupan baru serta berbaur di tengah masyarakat. Sehingga mereka tidak lagi terjerumus ke kelompok mereka sebelumnya.
Seperti dirasakan seorang mantan narapidana terorisme asal Yogyakarta, Lugiman (59) warga kampung Badran, Bumijo, Gedongtengen, Yogyakarta.
Ditangkap Densus 88, sekitar tahun 2020 lalu, Lugiman telah menjalani masa tahanan selama kurang lebih 3 tahun. Ia akhirnya dibebaskan sekitar beberapa minggu terakhir ini.
Pasca keluar dari lembaga pemasyarakatan, sampai saat ini bapak satu anak ini, masih menganggur dan belum bekerja. Ia hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan mengandalkan penghasilan anaknya.
Beruntung Polda DIY beberapa waktu lalu menyalurkan bantuan sembako untuk keluarganya. Bantuan berupa beras, gandum, mie instan dsb diantarkan langsung oleh sejumlah anggota Polda DIY ke rumahnya di kawasan padat penduduk bantaran kali Winongo.
“Saya dan keluarga mengucapkan banyak terimakasih, karena Polda DIY telah memberikan perhatian dan dukungan luar biasa. Saya dan keluarga hanya bisa mengucapan beribu terimakasih atas perhatian dan bantuannya,” kata Lugiman yang sebelumnya pernah bekerja sebagai praktisi bekam dan penjaga malam sebuah lembaga pendidikan itu.

Lugiman sendiri mengaku bisa terlibat dalam jaringan kelompok terorisme, hanya karena salah ‘gaul’. Bagaimana tidak, awalnya ia mengaku tidak tahu apa-apa. Ia hanya datang kr sebuah kelompok pengajian di sejumlah masjid. Namun ternyata kelompok tersebut telah mamaparinya dengan paham-paham radikal.
“Awalnya saya benar-benar tidak tahu apa-apa. Saya hanya ikut pengajian seperti biasa. Namun ternyata kelompok pengajian yang saya ikuti itu menganut paham yang salah. Saya benar-benar menyesal,” katanya.
Lugiman salah satu mantan narapidana terorisme asal kota Yogyakarta, tertangkap Densus 88 sekitar tahun 2020 lalu. Ia ditangkap karena terlibat dalam salah satu kelompok jaringan terorisme.
Akibat perbuatannya itu, Lugiman harus menerima vonis hakim tindak pidana terorisme selama 3,5 tahun. Setelah menjalani masa tahanan selama 2 tahun 8 bulan, ia pun akhirnya dibebaskan dan bisa berkumpul kembali dengan keluarganya.
“Saya hanya ingin berpesan, beragamalah yang sewajarnya. Jangan terlalu ekstrim. Kalau sudah merasakan di dalam penjara pasti akan menyesal seperti saya dan teman-teman lainnya. Karena ternyata apa yang telah saya pelajari dalam pengajian itu salah semua,” pungkasnya.
Meski harus menjalani masa tahanan selama hampir 3 tahun lamanya, uniknya Lugiman mengaku bersyukur tertangkap oleh pohak kepolisian. Pasalnya ia menganggap itulah jalan terbaik yang telah dipilihkan Tuhan YME untuk dirinya dan keluarganya.
“Terus terang saya bersyukur tertangkap. Karena Kalau tidak ketangkap, mungkin saya sudah terjerumus lebih jauh. Saya justru merasa diingiatkan oleh Tuhan. Sehingga saya bisa memperbaiki diri menjadi lebih baik,” katanya.
Kini, setelah bebas, Lugiman pun mencoba membuka lembaran kehidupan baru bersama istri dan seorang anaknya. Meski belum bekerja, ia mengaku berniat akan membuka usaha demi bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga.

Sementara itu, ketua RT setempat, Wahyu Triana mengaku berterimakasih kepada pihak Polda DIY, telah memberikan bantuan pada salah seorang warganya. Ia berharap perhatian dan pendampingan ini terus dilakukan agar yang bersangkutan bisa benar-benar terbebas dari paham radikalisme dan terorisme.
Pihak pengurus RT sendiri siap berkomunikasi dan berkordinasi dengan jajaran kepolisian untuk mengantisipasi dan mencegah masuknya paham-paham radikal dan terorisme semacam ini di lingkungan wilayah sekitarnya.
“Kita siap membantu kepolisian mencegah warga disini terpapar paham radikal dan terorisme. Salah satunya dengan memperhatikan dan memantau setiap aktifitas warga, baik itu warga asli maupun pendatang,” katanya.