
JOGJA — Puskesmas Tempel 1 dan 2 menggelar acara Sosialisasi Pencegahan Penularan HIV/AIDS dan Narkoba, di Agrowisata Gadung, Turi, Senin (9/9). Kegiatan yang pendanaannya bersumber dari Pagu Usulan Partisipasi Masyarakat (PUPM) 2019 ini, bekerjasama dengan Komunitas Sampan Jogjakarta dan didukung oleh Manusmara Pinasthika Consultant. Sosialisasi diikuti oleh 300 siswa dari SMA, SMK, dan MA di Tempel, Sleman.
Dalam kesempatan ini juga dilakukan pembacaan Deklarasi Pelajar Anti Narkoba dan Pencegahan HIV/AIDS, dan Penandatanganan Komitmen Bersama Remaja Tempel Cegah HIV/AIDS Narkoba.
Kepala Puskesmas Tempel 1 dr Ana Ratih Wardani MPH menyampaikan pergaulan bebas di kalangan remaja bisa menjadi pintu masuk bagi Narkoba dan penularan HIV/AIDS. Sebagai informasi, Puskesmas Tempel 1 saat ini sudah memiliki fasilitas Layanan Terapi Anti Retro Viral (ARV) untuk menekan penyebaran virus HIV/AIDS di dalam tubuh manusia.
“Generasi muda dari SMA di Tempel diharapkan bisa menjadi Duta Pencegahan HIV/AIDS dan Narkoba bagi lingkungannya. Jika sampai terjerat Narkoba akan sulit untuk melepaskan diri, dan bahayanya akan selalu dibutuhkan Narkoba dalam dosis yang lebih tinggi untuk pemakaian berikutnya. Selain itu, harapannya para peserta juga bisa merubah stigma buruk terhadap ODHA di masyarakat,” ujarnya.
Mewakili Kepala Puskesmas Tempel 2 Muhamad Widiharto SGz, dr Agus Susanto menjelaskan gerakan ini membutuhkan dukungan dari semua pihak.
“Baik itu guru, orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Melalui kegiatan penyuluhan dan pencegahan diharapkan mereka tidak terjerumus ke jurang Narkoba dan HIV/AIDS,” jelasnya.
Ketua Komunitas Sampan Husni Heriyanto SIP menyampaikan tingkat penyalahgunaan Narkoba di DIJ menempati urutan ke-2 setelah Jakarta, dan Bali. Banyak turunan dan kamuflase dari Narkoba yang bisa menjebak generasi muda.
“Setelah terpapar Narkoba, selanjutnya pengguna Narkoba cenderung akan melakukan seks bebas, dan beresiko terinfeksi virus HIV/AIDS,” ungkapnya.
Psikolog Manusmara Pinasthika Mustikaningtyas MPH menegaskan pola edukasi terhadap remaja, secara psikologis, tidak boleh bersifat menguliahi, menyalahkan, dan mengkritik. Ini akan susah diterima.
“Maka dari itu kegiatan kali ini dikemas dalam bentuk Outbond, dan Games Interaktif yang disukai oleh Generasi Milenial,” terangnya.(LEX)