Angkringan Kulonomah, Simbol Ketahanan Ekonomi Warga Bantul

Bantul — Di bawah temaram lampu yang berkelip di pinggiran sawah Padukuhan Kanten, Desa Kebonagung, Imogiri, ratusan orang berkumpul menikmati suasana hangat Angkringan Kulonomah. Tidak hanya menyantap nasi kucing dan wedang jahe, sore itu mereka juga menyambut tamu istimewa: Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto.
Kunjungan ini merupakan bentuk nyata dukungan Titiek terhadap pengembangan ekonomi desa dan UMKM lokal. Ia menilai Angkringan Kulonomah bukan sekadar tempat makan, tetapi wujud nyata dari kemandirian ekonomi rakyat desa.
“Saya sangat mengapresiasi pendirian angkringan ini. Ini bukti kreativitas warga desa dalam memanfaatkan potensi lokal. Bisa membuka lapangan kerja, dan menghidupkan ekonomi desa,” kata Titiek Soeharto.

Bermula dari Krisis, Tumbuh Jadi Kekuatan
Angkringan Kulonomah berdiri sejak masa pandemi COVID-19. Menurut Wagiyana, Dukuh Kanten, gagasan awalnya sederhana: bagaimana menciptakan sumber penghasilan bagi warga lokal ketika lapangan kerja semakin terbatas.
“Kami ingin warga punya penghasilan di kampung sendiri. Jadi tidak perlu semua berangkat ke utara (kota) setiap pagi,” jelasnya.
Kini, angkringan ini telah menjadi sentra ekonomi kreatif desa, dengan lebih dari 58 UMKM terlibat, sebagian besar dikelola oleh ibu-ibu rumah tangga. Mereka menitipkan dagangan—mulai dari nasi, gorengan, hingga minuman—yang kemudian dijual oleh pengelola angkringan.
Rata-rata 700 pengunjung datang setiap hari, bahkan di hari libur jumlah akan meningkat. Angka yang luar biasa untuk sebuah usaha lokal di desa.

Taruna Tani, Anak Muda Jadi Tulang Punggung
Yang menarik, angkringan ini dikelola oleh kelompok Taruna Tani, kumpulan anak muda desa yang bukan hanya bertani tapi juga mengelola angkringan dan beternak. Sebanyak 27 tenaga kerja terlibat langsung, dengan sistem giliran agar para pemuda yang bekerja paruh waktu tetap bisa berkontribusi.
“Alhamdulillah, pekerja sudah menerima upah setara UMK. Dan banyak anak muda desa yang tertarik bergabung,” tutur Wagiyana.

Ekonomi Gotong Royong
Sistem di Angkringan Kulonomah mencerminkan ekonomi berbasis gotong royong. Harga jual hanya sedikit di atas harga titipan, cukup untuk operasional dan menjaga perputaran modal. “Dari warga, oleh warga, untuk warga,” begitu filosofi yang mereka pegang.
Kini, dari usaha ini warga juga berencana membentuk Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM), wadah baru yang nantinya akan menyalurkan hasil usaha ini ke berbagai program sosial khususnya warga kurang mampu.

Menginspirasi Desa Lain
Di hadapan para pelaku UMKM dan pengelola Taruna Tani, Titiek Soeharto menyampaikan rasa kagumnya atas inisiatif luar biasa warga Desa Kebonagung.
“Saya sangat mengapresiasi pendirian Angkringan Kulonomah ini. Ini bukan sekadar tempat makan, tapi cerminan semangat gotong royong dan kemandirian ekonomi warga desa. Di sini, kita bisa lihat bagaimana masyarakat memanfaatkan potensi di sekitar mereka, untuk menciptakan peluang ekonomi baru,” ujar Titiek.
Ia juga menekankan pentingnya mendorong generasi muda desa untuk tetap tinggal dan berkarya di kampung halaman, dengan menciptakan ekosistem ekonomi yang produktif dan inklusif.
“Melihat anak-anak muda yang tergabung dalam Taruna Tani ikut mengelola pertanian, peternakan, dan angkringan ini, saya merasa sangat bangga. Ini menunjukkan bahwa desa bisa maju bila generasi mudanya diberi ruang dan dukungan untuk berinovasi.”

Lapangan Kerja, Inklusi Ekonomi, dan Model Sosial Baru
Titiek menjelaskan bahwa pengembangan ekonomi desa seperti ini selaras dengan prioritas Komisi IV DPR RI, yaitu mendukung pertanian, pangan, dan UMKM yang terintegrasi.
Ia juga menyebutkan pentingnya dukungan negara terhadap infrastruktur, pelatihan, dan akses pasar, agar UMKM seperti yang ada di Kebonagung ini dapat tumbuh berkelanjutan.
Melihat kesuksesan ini, Titiek Soeharto menyatakan bahwa model usaha desa seperti Angkringan Kulonomah layak dijadikan inspirasi dalam pembangunan desa berbasis potensi lokal.
“Saya berharap, ide seperti ini bisa ditiru di desa-desa lain. Ini adalah bentuk inovasi nyata, yang bukan hanya menciptakan ekonomi, tapi juga harapan dan kebanggaan,” tutup Titiek