JOGJA, Lingkar Jogja – Mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa (IKPM) Musi Banyuasin (Muba) Yogyakarta melakukan Aksi Demontrasi Damai terhadap Pemkab Musi Banyuasin, Sumsel, Senin 2 Desember lalu, di Asrama Ranggonang, di Jalan Tunjung Baru Nomor 4, Baciro, Gondokusuman, Jogja. Seratusan anggota IKPM Muba Yogyakarta ini menggugat keputusan Pemkab Musi Banyuasin yang mengusir salah satu Anggota Asrama Ranggonang atas nama Uung Febri.
Koordinator Umum Aksi dan Ketua Umum Asrama Ranggonang Risa Febriana Zuber menyampaikan, Uung Febri oleh Pemkab Musi Banyuasin dianggap sebagai inisiator dan dalang di balik kericuhan aksi penolakan dari Mahasiswa yang tergabung dalam IKPM Muba Yogyakarta terhadap “Rekreasi Pejabat Pemerintah yang Berkedok Silaturahmi”. Aksi tersebut terjadi saat acara silaturahmi yang berlangsung antara Pemkab Musi Banyuasin dengan Forum Silaturahmi Masyarakat Muba Yogyakarta (Fosmabayo), 17 November lalu, di Hotel Sheraton Yogyakarta.
“Dalam kesempatan tersebut mahasiswa yang tergabung dalam IKPM Muba Yogyakarta mengajukan tuntutan agar Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin menepati janjinya memberikan beasiswa 2-3 kali lipat lebih besar dari sebelumnya. Namun terjadi insiden yang tidak diinginkan, dan mengakibatkan Acara Silaturahmi tidak berjalan sesuai rencana,” ujar Risa di Asrama Ranggonang, di Jalan Tunjung Baru Nomor 4, Baciro, Gondokusuman, Jogja, Sabtu (7/12).
Menurut Risa, Aksi tersebut dipicu janji Bupati Musi Banyuasin yang akan memberikan beasiswa 2-3 kali lipat lebih besar dari sebelumnya, dalam sambutannya saat pelantikan IKPM Muba Yogyakarta Periode 2017-2019. Namun pada kenyataannya, sampai saat ini janji tersebut belum terealisasi. Bahkan penyaluran beasiswa reguler 3 juta per tahun pun sudah terhenti sejak dua tahun terakhir. Maka menjadi sebuah kewajaran jika hal tersebut memicu aksi mahasiswa yang menjadi saksi hidup dan korban janji pernyataan Bupati.
“Aksi yang dirancang dengan damai tersebut, pada akhirnya berakhir ricuh. Para pejabat yang hadir dan beberapa orang yang mengawal Bupati Musi Banyuasin tidak terima dengan aksi tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa belum ada kedewasaan Pemkab Musi Banyuasin dalam menyikapi aspirasi yang disampaikan oleh mahasiswa,” ungkap Risa.
Risa menuturkan, Aksi di Sheraton itu pun berbuntut panjang. Pemkab Musi Banyuasin pada akhirnya mengeluarkan surat pengusiran Sabtu, 30 November lalu terhadap Uung Febri. Surat tersebut berbunyi, “Sehubungan dengan Tata Tertib Penghuni Asrama Mahasiswa milik Pemkab Musi Banyuasin di Yogyakarta tanggal 19 Ferbuari 2013, bahwa saudara kami nilai telah melanggar tata tertib tersebut, maka saudara dengan ini saudara diminta untuk tidak menempati atau tinggal di asrama mahasiswa tersebut, sejak tanggal 1 Desember 2019 saudara diminta keluar dari asrama. Apabila anda tidak mengindahkan surat ini, maka akan diambil tindakan tegas”.
“Menurut kami yang selama ini aktif dalam IKPM Muba Yogyakarta, dengan adanya surat pengusiran terhadap saudara Uung Febri, menunjukan bahwa Pemkab Musi Banyuasin berusaha membungkam nalar kritis mahasiswa. Tindakan tersebut terkesan sangat arogan dan intimidatif. Sudah selayaknya Pemerintah sebagai abdi rakyat, memberikan apresiasi dan suport terhadap mahasiswa yang kritis, untuk membangun kemajuan bangsa dan negara. Lagi pula, surat keputusan ini memiliki cacat hukum karena diambil berdasarkan Peraturan Tata Tertib Penghuni Asrama Pemkab Musi Banyuasin Tahun 2013, padahal sudah diterbitkan aturan yang baru tahun 2017,” sesal Risa.
Risa sangat menyayangkan keputusan sepihak ini, tanpa melalui prosedur SP1, SP2, dan SP3. Padahal, dari hasil mediasi pasca kericuhan di Sheraton, telah disepakati bahwa mahasiswa akan memenuhi tuntutan dari Pemkab Musi Banyuasin agar mahasiswa meminta maaf secara langsung kepada Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin, selanjutnya Pemkab Musi Banyuasin akan memenuhi tuntutan dari mahasiswa.
Lebih lanjut, mahasiswa sering disebut sebagai agent of change dan agent of control. Mahasiswa sampai hari ini masih relevan jika disebut sebagai penyambung lidah rakyat. Mahasiswa adalah jembatan yang ideal untuk menyampaikan aspirasi dalam hal apa pun. Oleh karenanya, menyampaikan aspirasi tidak dilarang oleh pemerintah, justru malah dilindungi UU Nomor 9 tahun 1998.
Dengan ini, IKPM Muba Yogyakarta menyatakan sikap dan mengajukan beberapa tuntutan, yakni meminta Pemerintah Musi Banyuasin mencabut surat keputusan yang telah diberikan kepada saudara Uung Febri. Selanjutnya menagih janji Bupati Musi Banyuasin untuk menaikkan beasiswa menjadi 2-3 kali lipat, seperti yang telah diumumkan secara luas dan massif.
“IKPM Muba Yogyakarta tidak ingin diintervensi dan diintimidasi. Kami juga menginginkan dilakukan renovasi terhadap asrama mahasiswa Muba di Yogyakarta. Terakhir, kami menuntut diadakan dialog dan debat jika perlu terhadap hal-hal yang sekiranya masih dibutuhkan,” tegas Risa.
Koordinator Lapangan Aksi Damai IKPM Muba Yogyakarta Muhammad Ronot Rigen sangat menyesalkan pengusiran terhadap Uung Febri. Hubungan antara mahasiswa di rantau dengan Bupati seharusnya ibarat bapak dan anak. “Kami perlu dirangkul bukan untuk dimusuhi, dan seharusnya lebih mengedepankan dialog jika muncul permasalahan,” kata Rigen.
Uung Febri sendiri sekarang mengungsi ke Kampusnya di Universitas Proklamasi 45 (UP45), di Babarsari, Sleman. “Sementara saya tidur di Sekretariat Himpunan Mahasiswa Administrasi Publik, mandi pun saya menumpang di UP45,” kata mahasiswa angkatan 2018 ini. (Lex).